APEC Busan dan Dinamika Ekonomi Global
KTT APEC Leaders’ Meeting 2025 di Busan, Korea Selatan, menjadi titik balik strategis bagi tatanan ekonomi kawasan Asia-Pasifik. Forum tersebut mengusung tema “Building a Sustainable Tomorrow: Connect – Innovate – Prosper menekankan tiga prioritas utama: konektivitas rantai pasok, inovasi digital, dan pertumbuhan inklusif. Korea Selatan sebagai tuan rumah menegaskan bahwa negara-negara APEC memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mempercepat transisi ke energi hijau.
APEC tahun ini terasa berbeda, karena sorotan utama tertuju pada pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping, sebuah pertemuan yang telah dipersiapkan lebih dari setahun, didahului oleh serangkaian pertemuan diplomatik dan misi dagang dari kedua negara.
Pertemuan tersebut menghasilkan tiga kesepakatan utama:
- Amerika Serikat menurunkan tarif impor produk Tiongkok, termasuk pemangkasan tarif bahan prekursor fentanyl dari 20% menjadi 10%, serta penurunan tarif rata-rata dari 57% menjadi 47%.
- Tiongkok melanjutkan pembelian produk pertanian AS, terutama kedelai, dengan target 25 juta metrik ton per tahun selama tiga tahun.
- Tiongkok menangguhkan pembatasan ekspor mineral strategis dan rare earth selama satu tahun untuk menjaga stabilitas rantai pasok global, khususnya bagi industri teknologi tinggi.
Bagi Indonesia, agenda Busan membuka peluang strategis untuk memperkuat daya saing global melalui stabilisasi rantai pasok, percepatan investasi energi bersih, dan digitalisasi ekonomi yang terkoneksi dengan agenda regional APEC dan ASEAN.
Apa yang Terjadi di Busan?
Para pemimpin APEC menekankan pentingnya memperkuat ketahanan rantai pasok di tengah perlambatan ekonomi global. Proyeksi IMF menunjukkan pertumbuhan Asia 2025 sebesar 4,5%, menandakan kebutuhan akan kolaborasi regional untuk menjaga arus investasi dan perdagangan. Beberapa lembaga analisis seperti Council on Foreign Relations (CFR) dan Chatham House menilai bahwa meskipun jeda dagang telah tercapai, kompetisi antara AS dan Tiongkok belum berakhir total, sehingga negara-lain, termasuk Indonesia, perlu berada dalam posisi proaktif.
Dampak bagi Indonesia

Stabilisasi hubungan dagang AS–Tiongkok membuka ruang bagi sektor otomotif, elektronik, dan kendaraan listrik Indonesia yang selama ini rentan terhadap fluktuasi pasokan global. Pergeseran rantai nilai ke kawasan ASEAN juga memperkuat peluang Indonesia sebagai basis produksi dan logistik regional. Agenda transisi energi bersih APEC selaras dengan target Net Zero 2050, dengan potensi investasi energi hijau mencapai USD 20 miliar hingga 2030. Namun, pelaku usaha perlu mewaspadai risiko eksternal seperti tariff snap-back, yaitu kebijakan kenaikan tarif secara tiba-tiba ketika negosiasi dagang terganggu serta pembatasan ekspor teknologi yang dapat menghambat pasokan strategis. Untuk mengantisipasinya, diperlukan a) diversifikasi pemasok, b) sistem traceability yang kuat, dan c) kesiapan digital di seluruh rantai pasok nasional.
Peran KADIN dan Makna bagi Dunia Usaha Indonesia

Di APEC Busan, KADIN Indonesia menegaskan perannya sebagai penghubung antara dunia usaha nasional, kepentingan ekonomi Indonesia, dan perubahan global. Dipimpin oleh Anindya Bakrie, delegasi KADIN aktif mengawal kepentingan dunia usaha bersama pemerintah melalui partisipasi dalam ABAC Meeting, APEC CEO Summit Korea, dan ABAC Dialogue with APEC Economic Leaders, yang dihadiri oleh para pemimpin dunia termasuk Presiden RI Prabowo Subianto, Presiden AS Donald Trump, PM Kanada, dan PM Australia. Melalui forum-forum ini, KADIN turut menyampaikan hasil kerja dan rekomendasi bagi arah kebijakan ekonomi kawasan.
Sebagai tindak lanjut, KADIN Indonesia mendorong penerjemahan hasil APEC Busan menjadi langkah konkret bagi pertumbuhan nasional melalui penguatan rantai pasok, percepatan digitalisasi, dan evaluasi kerja sama internasional yang menjaga kedaulatan serta fleksibilitas dunia usaha Indonesia.
Tiga langkah strategis utama:
- Pemetaan dan Diversifikasi Rantai Pasok
Pelaku usaha perlu mulai mencari sumber pasok alternatif, baik di dalam maupun luar negeri. Ketergantungan pada satu pemasok kini berisiko tinggi terhadap gangguan industri dan perdagangan global. - Percepatan Transformasi Digital
Digitalisasi harus dipercepat agar usaha lebih efisien dan terhubung ke pasar yang lebih luas. UMKM dan sektor jasa perlu pendampingan agar mampu naik kelas melalui teknologi digital. - Antisipasi Perubahan Permintaan Komoditas
Pantau perubahan pasar pasca-APEC, khususnya potensi kenaikan permintaan komoditas seperti batubara dan kelapa sawit dari Tiongkok. Dunia usaha perlu siap memanfaatkan peluang ini.
Kolaborasi antar Dunia Usaha Indonesia, serta sinergi dengan Pemerintah Indonesia kini semakin diperlukan untuk menghadapi perubahan pasca Busan. KADIN sudah, sedang, dan akan terus mengawal momentum pasca APEC Busan untuk memperkuat fondasi ekonomi Indonesia, agar Dunia Usaha Indonesia semakin tangguh dan berdaya saing di Asia-Pasifik.